Dingin sekali. Musim dengin sedang
puncak-puncaknya di Eropa. Aku merapatkan mantel dan bergegas menuju hotel.
Musim seperti ini sangat tidak cocok untuk orang tropis yang sejenak tinggal di
sini. Tak terbiasa terpapar suhu dingin hingga dibawah 0o membuatku
sering sekali menggigil tak karuan meski sudah dibebat dengan berlapis-lapis
pakaian. Hanya pemanas ruangan yang mampu membuatku kembali bergerak bebas
tanpa gigil pada tubuhku.
Sudah dua bulan aku berada di sini.
Melanjutkan studiku dengan beasiswa dari pemerintah. Alhamdulillah perlahan
mimpi-mimpi itu aku peluk satu persatu. Inggris menjadi tujuan pertamaku dalam
menempuh rangkaian studi. Setelahnya aku akan pergi ke Turki dan Amerika.
Usaha budidaya yang aku geluti membuahkan
hasil di luar ekspektasiku. Mutiara-mutiara berkualitas bisa aku produksi
dengan baik di awal-awal usaha. Meski banyak rintangan saat melakoninya, aku
selelu berusaha bangkit lagi, semua karena ayah. Beliau memotivasiku dengan
gigih.
Usaha itu berkembang berkat bantuan banyak
pihak. Aku melakukan terobosan pada pemasaran mutiara melalui media sosial dan
website. Mutiara-mutiara itu tidak aku jual begitu saja,, tapi dalam bentuk
kerajinan dan perhiasan hasil karyaku yang alhamdulillah banyak diminati oleh
konsumen. Karena banyaknya permintaan, aku akhirnya membuat keramba-keramba
baru dan mengajak serta beberapa penduduk kampung untuk aku berdayakan sebagai
peternak mutiara.
Kawasan kampung total aku ubah menjadi
sentral budidaya mutiara kelas dunia. Ibu-ibu rumah tangga juga aku rekrut
untuk membantu dalam produksi perhiasan dan kerajinan. Mereka tinggal
mengerjakan sesuai pesanan yang desainnya aku buat khusus untuk masing-masing
pelanggan. Mariam yang aku beri kepercayaan untuk mengawasi lini itu.
Beberapa waktu kemudian, berkah dari
lokakisasi budidaya mutiara yang aku kembangkan, aku diundang untuk mengisi
beberapa acara di berbagai kota di Indonesia sebagai praktisi. Kemudian aku
diberi akses untuk mendapatkan beasiswa dari pemerintah propinsi untuk
melanjutkan kuliah.
Senyum ayah aku saksikan saat hari wisudaku
digelar. Kuboyong ayah dan Mariam untuk menyaksikan langsung wisudaku jauh dari
kampung halaman. Sekali itu aku membawa ayah pergi melihat Indonesia dari
kacamata yang lain, bukan hanya pemandangan kampungnya saja. Aku bawa mereka ke
ibukota.
Sayang sekali kesempatanku untuk membawa ayah
berkeliling dunia kandas suatu sore berangin. Kapal ayah terbalik saat melaut,
badai tiba-tiba datang tanpa mendung atau hujan. Aku sedang berada di Jakarta
saat itu terjadi. Dan sampai saat ini ayah tak juga ditemukan. Hanya perahunya
yang terseret ombak dan menepi beberapa kilometer dari kampung kami.
Seandainya jasad ayah ditemkan, mungkin aku
tak akan begitu berat menaggung kerinduan. Setiap kali teringat ayah aku hanya
mampu melarungkan rindu dengan duduk di perahu milik ayah. Tanpa ada nisan,
jasad ayah terkubur di luasnya lautan. Sore itu dan waktu-waktu berikutnya
adalah hari terberat untukku. Tanpa ayah aku seperti kehilangan harapan.
“Pura babbara’ sompekku, pura tangkisi’
golikku”, kata-kata itu yang melecut kembali semangat hidupku. Petuah dari ayah
yang kutemukan terukir di lambung perahu miliknya. Aku tidak boleh menyerah.
Semua mimpiku harus kubayar tuntas untuk membayar janji padanya. Juga agar
Mariam bisa hidup dengan nyaman dalam perlindunganku.
Semoga ayah tenang di lautan sana T_T
ReplyDeleteFinish ya. Akhirnya. Congrats mbak, dinantikan tulisan menggugah lainnya ;)
Oke mbak
ReplyDeleteDoakan istiqomah
Finally yeeee
ReplyDeletefinally, susah banget ya ternyata bikin cerbung :)
DeleteMasyaallah tulisannya menginspirasi kak. Penataan bahasanya juga master pokoknya.
ReplyDeleteIni Selvi pake akun yang di HP. Hehe
ReplyDelete